Skip to content
Home » Blog » Tokoh-tokoh Pendidikan Nasional

Tokoh-tokoh Pendidikan Nasional

Penulis : Deviani Ramdhania, S.Pd. / Edukator

Terdapat 8 Tokoh-Tokoh Pendidikan Nasional yang berperan aktif serta berkiprah dalam memperjuangkan pendidikan, terutama pendidikan bagi kaum pribumi. Ke delapan patung tokoh pahlawan pendidikan lengkap dengan biografinya tertera mempunyai gagasan bahkan menciptakan sekolah-sekolah juga beberapa buku.

Adapun Tokoh Pahlawan Pendidikan tersebut diantaranya

Ki Hajar Dewantara

Dengan nama aslinya R.M Suwardi Suryaningrat lahir  di Yogyakarta pada 02 Mei 1889.  Beliau adalah pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa (1922). Dasar perguruan Taman Siswa  adalah Panca Darma yang meliputi “Kemerdekaan, Kebangsaan, Kemanusiaan, Kebudayaan, dan Kodrat Alam”. Dasar ini merupakan cita-cita revolusioner dalam pendidikan Indonesia dengan mengabaikan segala tekanan Kolonial Belanda. Begitu juga dengan semboyan-semboyannya seperti “Lawan Sastra Ngesti Mulia, Suci Tata Ngesti Tunggal, Tut wuri Handayani, Bibit Bebet Bobot, Sedumuk Batuk Senyari Bumi den Lakoni Tekan Pati”,  dsb telah melengkapi segala pengajaran dan pendidikan kepada anak-anak sebagai pengetahuan dan peraturan.

Achmad Dahlan

Lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1869. Beliau adalah pendiri perkumpulan Muhammadiyah di Yogyakarta. Semboyan Muhammadiyah ‘Sedikit Bicara Banyak Bekerja’. Melalui perkumpulan ini, Achmad Dahlan mengajarkan pendidikan Islam secara modern sesuai dengan tuntunan  al-Quran dan al-Hadist. Beliau menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Untuk mencapai tujuannya itu, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah pendidikan Agama Islam dengan memberikan mata pelajaran lain seperti halnya di sekolah-sekolah pemerintah kolonial. Sekolah yang dikembangkan oleh Muhammadiyah antara lain sekolah Taman Kanak-Kanak (Bustanul Atfal), Sekolah Kelas II, HIS, ataupun MULO. Sementara Sekolah-sekolah agama yang dikembangkannya antara lain : Ibtidaiyah (Sekolah Dasar), Tsanawiyah (Sekolah Lanjutan), Mu’alliimin/Muallimat (SGB Islam), Kulliyatul Mubaligin (SPG Islam).

R.A Kartini 

Lahir di Mayong (Jepara) pada 21 April 1879. Ia mengalami masa pingitan sebagai adat-istiadat yang harus dipatuhi dan dijunjung tinggi. Pingitan ini dirasakan Kartini telah membelenggu kaum wanita. Mulailah Kartini berjuang untuk melepaskan kaum wanita dari belenggu adat-istiadat tersebut agar dapat meningkatkan kedudukan dan derajat wanita (emansipasi). Cita-cita Kartini dipandang telah menginspirasi kaum wanita untuk maju.  Kartini membuka Sekolah Gadis di Jepara tahun 1903 kemudian membuka sekolah di Rembang. Surat-surat yang di terima maupun yang dikirim Kartini kepada sahabatnya di Belanda dikumpulkan dan di bukukan dengan nama “Van Duisternis tot Licht” . Oleh Armyn Pane diterjemahkan dengan nama “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Isinya melukiskan dengan jelas keyakinan Kartini bahwa perjuangan kaum wanita (Indonesia) akan berhasil di masa yang akan datang

R.A. Lasminingrat

Lahir di Garut, Jawa Barat tahun 1843. Pada 1871, ia mulai menulis beberapa buku berbahasa Sunda sebagai karyanya sendiri maupun hasil terjemahan. Buku antara lain Carita Erman, Warnasan/Roepa-roepa yang ditujukan untuk anak-anak sekolah. Setelah menjadi istri Bupati R.A.A Wiratanudatar VIII, Lasminingrat mendirikan Sekolah Kautamaan Istri. Di sekolah ini para murid diajari cara memasak, merapikan pakaian, mencuci, menjahit pakaian dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga. Pada 1943 cabang-cabang sekolah Kautamaan Istri didirikan di Kota Wetan Garut, Bayongbong dan Cikajang.

Rohana Kuddus

Lahir di Padang 20 Desember 1884. Sebagai seorang muslim yang taat, beliau giat sekali mempelopori emansipasi wanita. Sebagai seorang pendidik ia  berusaha untuk memperbaiki nasib kaum wanita.  Beliau tidak segan-segan mengesampingkan adat kuno dan kolot yang dapat menghambat kemajuan wanita.  Pada 1905, Rohana kuddus mendirikan Sekolah Gadis yang menfokuskan pada ketrampilan bagi anak perempuan. sekolah ini disebut juga kepandaian putri. Pada 1911, Rohana memimpin suatu perkumpulan wanita Minangkabau yang dinamakan Kerajinan Amai Setia.

R.A. Lasminingrat

Lahir di Garut, Jawa Barat tahun 1843. Pada 1871, ia mulai menulis beberapa buku berbahasa Sunda sebagai karyanya sendiri maupun hasil terjemahan. Buku antara lain Carita Erman, Warnasan/Roepa-roepa yang ditujukan untuk anak-anak sekolah. Setelah menjadi istri Bupati R.A.A Wiratanudatar VIII, Lasminingrat mendirikan Sekolah Kautamaan Istri. Di sekolah ini para murid diajari cara memasak, merapikan pakaian, mencuci, menjahit pakaian dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga. Pada 1943 cabang-cabang sekolah Kautamaan Istri didirikan di Kota Wetan Garut, Bayongbong dan Cikajang.


Raden Dewi Sartika 

Lahir di Bandung, 4 Desember 1884. Beliau adalah puteri dari Raden Somanagara dan Nyi Raden Ayu Rajapermas. Meskipun bertentangan dengan adat, orang tuanya tetap menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda. Sedari kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Pada tahun, 1902,  Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum  perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajari dihadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis dan lain sebagainya, yang menjadi materi pelajaran saat itu. Selanjutnya, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) dengan jumlah murid 20 orang. Pada tahun-tahun berikutnya dibeberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama  yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama  dengan Dewi Sartika. Bulan September 1929, nama sekolahnya berganti nama menjadi “Sakola Raden Dewi”. Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.


Mohammad Syafei 

Lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan diadopsi oleh Ibrahim Marah Sutan dan Andung Chalijah Syafei kemudian pindah dengan keluarga barunya ke Sumatera Barat dan menetap di Bukit Tinggi.  Pada waktu beiau menuntut ilmu di Negeri Belanda, dia bergabung dengan “Perhimpunan Indonesia” dengan jabatan sebagai ketua seksi pendidikan. Sekembalinya dari Belanda, ia mendirikan sekolah bernama Indonesische Nederlandsche School (INS) di Kayu Tanam pada 31 Oktober 1926. INS ini merupakan sekolah yang didasarkan atas  aktivitas dengan tujuan melahirkan  dan memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri. Untuk tujuan ini, ia mengusulkan konsep sekolah kerja atau sekolah masyarakat. Setelah Indonesia merdeka, ia diangkat sebagai ketua Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan untuk Sumatera. Selanjutnya, pada masa Kabiner Syahril II , ia menjabat  Menteri Pengajaran (12 Maret 1946-2 Oktober 1946). Tahun 1968, atas jasa-jasanya di bidang pendidikan, IKIP Padang memberikan gelar Dr. HC.