Tanggal 1 Muharam selalu ditandai dengan tahun baru islam atau tahun baru Qamariyah. Bagi umat islam, tahun baru islam ini merupakan peristiwa penting memperingati hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M. Meskipun hijrahnya Nabi Muhammad SAW dijadikan tonggak awal penanggalan tahun hijriyah, peringatan tahun baru islam ini baru digunakan pada zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Penetapan ini dilakukan untuk mengenang perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam membentuk pemerintahan dan menyampaikan dakwah islam dengan segala kesulitannya sehingga islam menjadi agama terbesar di dunia.
Nama hijriyah ini dapat dimaknai sebagai perubahan dari arah yang kurang baik menjadi lebih baik lagi. Pada tahun baru ini umat islam juga disarankan untuk ber-muhasabah diri terhadap perbuatannya di masa lalu dan selalu bertobat serta berdo`a kepada Allah SWT., kemudian diikuti dengan berpuasa dan melakukan perbuatan baik seperti memberikan santunan kepada anak yatim, faqir miskin dan berbagai kegiatan baik lainnya.
Indonesia sebagai negara yang menganut agama islam terbesar di dunia yang dilatarbelakangi berbagai budaya dan adat yang beragam mempunyai cara tersendiri dalam memperingati hal itu. Tradisi yang dilakukan diantaranya yaitu
- Tradisi Malam 1 Suro
Kegiatan 1 Suro merupakan tradisi Masyarakat Jawa yang telah ada sejak Sultan Agung raja Kerajaan Mataram. Sultan Agung memadukan sistem kalender Saka (perpaduan penanggalan Jawa Kuno dan Hindu) dengan sistem kalender Islam Hijriyah. Pada tanggal 1 Suro tahun Alip 1555 atau bertepatan dengan tanggal 1 Muharam tahun 1043 Hijriyah.
Berbagai aktifitas dilakukan oleh Masyarakat Jawa dalam menyabut tahun baru Islam atau malam 1 Suro. Malem 1 Suro disambut dengan banyak renungan intropeksi diri dan berbagai ritual yang biasanya diadakan oleh Kraton Surakarta, Yogyakarta dan Solo sebagai bagian dari pusat budaya Jawa.
Di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memperingati malam 1 Suro dengan membawa benda pusaka mengelilingi benteng Kraton yang diikuti oleh Masyarakat Yogyakarta. Ritual itu dinamakan dengan mubeng beteng. Ritual tersebut tidak memperkenankan orang-orang untuk berbicara.
Selain itu, di Kraton Surakarta Hadiningrat, malam 1 Suro dipimpin Kebo Bule Kyai Slamet (hewan kesayangan Susuhunan yang dianggap keramat. Dibarisan selajutnya diikuti oleh kerabat keraton yang membawa pusaka dan diikuti oleh Masyarakat sekitar lainnya.
- Ngasah Gaman dan Ngumbah Keris
Kegiatan malam Asyura dimanfaatkan untuk melakukan ritual seperti ngasah gaman, ngumbah keris dan menyiapkan senjata perang. Tujuan kegiatan ini untuk mengingat peristiwa Asyura yang pernah dialami oleh nabi-nabi. Seperti Allah mengembalikan kejayaan Kerajaan Nabi Sulaiman, begitu juga dengan dikembalikannya kedigdayaan Nabi Daud yang bisa melunakkan besi dan membuat senjata dari besi melalui tangannya langsung. Kehebatan yang dimiliki oleh nabi-nabi tersebut merupakan pemberian dari Allah SWT di bulan Asyura.
- Tirakatan Mencari Kedigdayaan
Bagi sebagian kecil orang seperti orang yang memiliki kemampuan khusus, momen 1 Muharam ini dimanfaatkan untuk melakukan tirakatan, bertapa mengasingkan diri, agar diberikan kekuatan dibandingkan manusia pada umumnya.
- Karnaval
Dalam menyambut tahun baru islam, beberapa daerah di Indonesia mengadakan karnaval yang diikuti oleh anak-anak dengan menampilkan karya-karya seni, mereka memakai pakaian adat daerah seperti Jawa, Arab, Madura, Minangkabau dan lain sebagainya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengekspresikan kegembiraan dan juga bentuk rasa syukur dalam menyambut tahun baru islam. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mengenalkan adat dan budaya.
- Pawai Obor
Pawai obor biasanya dilakukan hampir diseluruh daerah di Indonesia. Tradisi pawai obor ini sudah ada sejak tahun 1940. Filosofi dari pawai obor adalah semangat Nabi Muhammad SAW dalam melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah. Selain itu, tradisi pawai obor ini bisa mempererat tali silaturahim antar sesama. Nilai yang bisa diambil dalam tradisi ini adalah nilai gotong royong yang bisa diambil ketika membuat obor bersama untuk pawai.
Tradisi yang berkembang di Masyarakat Indonesia mempunyai dasar yang tidak bersebrangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan masuknya Islam ke Indonesia dapat mewarnai budaya bahkan menggantikan budaya-budaya yang tidak sesuai dan bertentangan dengan agama Islam. Asimilasi budaya lokal dan agama Islam dapat menjadikan kekayaan budaya bernuanas Islam di Indonesia.
Referensi :
Japarudin. 2017. Tradisi Bulan Muharam di Indonesia. Tsaqofah & Tariksh, 2(2), 167-180.
Chotib. R. 2023. Tradisi Masyarakat Serta Hikmah Dibalik Peringatan Tahun Baru Islam. Indonesian Journal Religious Center, 1(2), 85-92.