Skip to content
Home » Blog » Dari Pendiri Villa Isola di UPI untuk Masjid Nijlandweg Cipaganti Bandung

Dari Pendiri Villa Isola di UPI untuk Masjid Nijlandweg Cipaganti Bandung

Masjid Nijlandweg di Bandung, sekarang Jl. Cipaganti. 1933/ Arsitektur Tropis Modern karya dan biografi C.P. Schoemaker. Oleh C.J. van Dullemen (Inset: D.W. Berretty. Berretty/Cid/Joanknecht/Oelrich/

Masjid Njilandweg atau Cipaganti adalah sebuah Masjid yang terletak di jalan Cipaganti, Bandung. Menurut informasi, Masjid ini telah berdiri sejak tahun 1800-an namun sempat dirubuhkan oleh pemerintah Hindia Belanda karena wilayah Cipaganti atau Njilandweg akan dijadikan perumahan elit orang orang Eropa dan termasuk lokasi Masjid yang rencananya akan dibangun jalan diatasanya. Namun kaum muslimin disana memprotes keras kebijakan pemerintah saat itu sehingga singkat cerita Masjid dibangun kembali dengan syarat dibuat menjadi bangunan permanen karena sebelumnya bahan bangunan Masjid ini hanya berupa tiang tiang kayu penyangga atap dan bilik bambu sebagai dinding.

Barulah pada Februari 1933, Masjid Njilanweg atau Cipaganti direnovasi tak tanggung tanggung yang menjadi kepala arsiteknya adalah seorang arsitek ternama di Hindia Belanda kala itu, seorang Profesor dan guru besar bidang teknik di Technische Hoogenschool Bandung yang kemudian kita kenal dengan nama Institut Teknologi Bandung atau ITB, Charles Prosper Wolff Schoemaker. Dikutip dari buku Arsitektur Tropis Modern karya dan biografi C.P. Schoemaker. Oleh C.J. van Dullemen disebutkan bahwa “Tempat peribadatan terakhir yang didesain oleh Schoemaker adalah Masjid Njilanweg” yang mana sesuai dengan keimanan barunya yaitu Islam. Sebelumnya Schoemaker telah mendesain dua tempat ibadah di Bandung, yaitu GerejaSt Peter pada tahun 1922 dan GerejaBethel Protestan  tahun 1925.

Tak jauh dari Njilanweg, di utara kota Bandung tepatnya di jalan Lembangweg, kurang lebih satu bulan setelah proses renovasi Masjid dimulai, tepatnya tanggal 12 Maret 1933 tengah terjadi proses peletakan batu pertama Villa Isola milik Dominique Willem Berretty, pengusaha media di Hindia Belanda yang tengah berada dipuncak kesuksesannya. Seperti Masjid Njilanweg, Villa Isola pun diarsiteki oleh C.P. Schoemaker padahal kala itu Schomaker sedang dalam posisi “dijauhi” oleh kalangan Eropa akibat dari perpindahan keimanannya dari Katolik menuju Islam. Namun D.W. Berretty saat itu sanggup untuk  merangkul Schoemaker bahkan memberikan dia sebuah pekerjaan yang teramat besar yakni membuat sebuah villa yang dikemudian hari villa tersebut dikenal sebagai “villa terindah di dunia”. (Arsitektur Tropis Modern karya dan biografi C.P. Schoemaker. Oleh C.J. van Dullemen.)

Ada sebuah dugaan dari W. Lemei, penulis buku Moderne Woning Architectuur in Ned.Indie bahwa Berretty memilih Schoemaker sebagai arsitek pembangunan Villa Isola karena adanya kemiripan dari dua orang itu, yakni keduanya bertipikal mata keranjang dan penuh daya pikat terhadap perempuan. Salah satu bukti konkretnya adalah dua orang ini pernah beberapa kali menikah. C.P Schomaker diberitakan pernah menikah hingga lima kali sedangkan D.W. Berretty enam kali. Sebuah contoh aneh bagi kalangan Eropa saat itu. Selain dari pada itu besar kemungkinan alasan D.W Berrety menunjuk Schomaker menjadi arsitek villa nya adalah dua orang ini sama sama merasakan apa yang menjadi kegelisahan ketika mereka berada dalam posisi “dijauhi” oleh kalangan atas Eropa.

Setelah Sembilan bulan dari sejak diletakannya batu pertama pembangunan villa, pada bulan Desember 1933 villa diresmikan oleh D.W. Berretty, pembangunan villa terhitung sangat cepat karena melibatkan kurang lebih 500 pekerja. Saat acara pembukaan pun Berretty melibatkan ratusan orang guna meramaikan acara.  Ada banyak tamu yang datang baik dari kalangan pejabat kota Bandung, rekan kerja dan tentu saja sang arsitek C.P Schomaker diposisikan menjadi wakil Berretty selama acara peresmian berlangsung  dalam menunjukan dan menjelaskan semua sudut ruang yang ada Villa Isola termasuk taman tamannya yang luas pada seluruh tamu undangan yang hadir pada saat itu.

Namun cerita berbeda datang dari pembangunan Masjid Njilandweg, sejak peletakan batu pertama renovasi masjid pada bulan Februari 1933, masjid baru selesai dan diresmikan pada tanggal 27 Januari 1933.  Sejak awal C.P Schomaker sudah faham betul bahwa anggaran renovasi masjid ini sangatlah terbatas karena hanya mengandalkan dari udunan para warga muslim yang ada disekitar Njilandweg tanpa dibantu oleh pemerintah kota maupun Departemen Pekerjaan Umum Kota saat itu. “Masjid kecil di Njilandweg dibangun dengan anggaran terbatas setelah adanya intervensi dari bupati Bandung beragama Islam, yaitu Hasan Sumadipaja” (Arsitektur Tropis Modern karya dan biografi C.P. Schoemaker. Oleh C.J. van Dullemen) tidak diketahui makna kata “Intervensi” diatas seperti apa bentuknya. oleh C.P Schomaker kendala terbatasnya dana disiasati dengan menggabungkan konsep konstruksi modern dengan bahan bangunan lokal termasuk didalamnya ornamen ornament kayu dengan ukiran motif arab yang dibuat oleh bagian pertukangan  di Lagere Technische School atau Sekolah Vokasi Teknik Tingkat Kota pun lampu lampu besi tempa didalam masjid yang seluruhnya dikerjakan oleh para mahasiswa dari sekolah teknik itu

Kabar terbatasnya dana renovasi bangunan masjid Njilandweg sampai ke telinga D.W. Berretty. Entah siapa yang pertama kali menyampaikan perihal masalah ini, apakah C.P Schomaker atau ada pihak lain yang menyampaikan pada Berretty, namun yang pasti sebagaimana dituliskan oleh C.J. van Dullemen bahwa “Sedikit orang yang semurah hati dirinya (D.W. Berretty) terhadap teman temannya, tetapi dia bisa (sangat) kejam dan tidak mengindahkan moral dalam menghadapi musuh musuhnya”. bahkan adiknya sendiri, W. Berretty pernah menjadi korban “kekejaman” D.W. Berretty ketika dia “ditendang” dari kantor berita ANETA karena satu alasan yang bertentangan dengan idealisme Berretty. Maka ketika Berretty mendengar bahwa anggaran renovasi masjid Njilandweg terbatas dan yang mana arsitek masjid itu adalah sahabatnya sendiri tak perlu berpikir panjang D.W. Berrety pun memberikan donasi untuk kelancaran renovasi masjid Njilandweg dan sebagai seorang selebritis di Hindia Belanda tentu apapun yang Berretty lakukan akan selalu menjadi pusat perhatian masyarakat ditambah dengan pribadinya yang sangat mencolok dan mempesona yang membuat sosoknya dikagumi banyak orang dan menjadi “makanan empuk” bagi insan pers Hindia Belanda.

Maka, tepat empat hari setelah acara peletakan batu pertama Villa Isola, tanggal 16 Maret 1993 muncul kabar berita di koran Sipatahoenan yang menyatakan bahwa D.W. Berretty dan istrinya akan terbang menuju Eropa dan sebelum keberangkatan mereka telah mendonasikan sejumlah uang untuk membantu renovasi Masjid Nijlandweg atau Masjid Tjipaganti.

Masjid Nijlandweg di Bandung, sekarang Jl. Cipaganti. 1933. Arsitektur Tropis Modern karya dan biografi C.P. Schoemaker. (C.J. van Dullemen)

.

Toean D.W. Berretty

Directeur persbureau Aneta noe ajeuna aja di Bandoeng, rek njaba ka Europa djeung njonjana, isoekan inditna ti Bandoeng.

Samemeh indit, geus ninggalan doeit 1000 gulden,- mere derma keur adegan masjid Tjipaganti noe ajeuna keur didjieun keneh.

Lamoen noe hnteu kaasup kana kalangan kaoem Moeslimin mere derma noe sakitoe gedena tangine oerang gede pangharepan sok komo deui ti kaoem Moeslimin mah meureun leuwih ti kitoe.

Boektina?

Ka toean Berretty…. Selamet djalan”!

Dalam padanan kata Bahasa Indonesia,

“Tuan D.W. Berretty

Direktur biro pers Aneta yang saat ini sedang berada di Bandung, akan berkunjung ke Eropa dengan nyonya, besok mereka akan berangkat dari Bandung.

Sebelum berangkat, telah meninggalkan uang 1000 gulden,- untuk donasi renovasi masjid Cipaganti yang saat ini masih dalam tahap pembangunan.

Jika yang tidak termasuk kaum Muslimin saja bisa memberikan donasi yang sebesar itu tandanya orang penuh pengaharapan (agar masjid cepat selesai) apalagi jika dari kaum Muslimin mungkin akan lebih dari pada itu.

Buktinya?

Untuk tuan Berretty…. Selamat jalan”!

(Artikel koran Sipatahoenan edisi 16 Maret 1933)