Sejarah asal mula seni kuda lumping, banyak diyakini adalah sebuah bentuk dukungan rakyat terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponogoro dalam menghadapai penjajah Belanda. Dalam versi lain menyebutkan bahwa asal muasal kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah yang dibantu oleh Sunan Kalijaga melawan Bangsa Belanda yang menjajah tanah air. Versi lain juga menyebutkan bahwa tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin oleh sultan Hamengku Buwono I, raja mataram untuk menghadapi pasukan tentara Belanda.
Ada beberapa versi yang menyebutkan, bahwa kuda lumping sebagai bentuk apresiasi terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tariannya menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. selain itu juga, Versi lain menyebutkan bahwa, ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Informasi lain menyebutkan Kuda Lumping bersumber dari cerita Panji, dari zaman Jenggala dan Kediri yang mengisahkan kebahagiaan pertemuan Dewi Sekartaji dengan Panji Asmorobangun.
Kuda lumping pada masa kemerdekaan dimaknai sebagai bentuk kesenian yang merefleksikan heroisme dan semangat melawan penjajahan. maka dai hal tersebut dalam perkembangan selanjutnya seni kuda lumpung ini menyebar ke jawa barat juga, Kuda lumping ini berkembang di priangan timur diantaranya kota Tasikmalaya, Ciamis, Garut dan Banjar. Pada wilayah priangan timur kuda lumping biasa dipentaskan pada saat acara khitanan dan acara lainnya. Kuda lumping yang merupakan salah satu kebudayaan Jawa Barat ini mempunyai unsur magis yang melekat dalam pertunjukannya menampilkan memakan beling, menyayat anggota badan dengan benda tajam dan atraksilainnya yang berbahaya. Para peserta pertunjukan kuda lumping ini tidak sedikitpun terluka akan benda tajam tersebut dikarenakan magis yang dipakai padasaat pertunjukan yang dahulu kala unsur magis tersebut digunakan sebagai memanggil arwah nenekmoyang yang penjaga, bahkan hal tersebut telah ada sejak zaman pra-sejarah yang kemudian menjadi bagian dari kebudaan masyarakat Jawa Barat.
Sumber : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung tahun 2005 “Seni Tradisional Provinsi Banten”